Menjadikan HP Android Sebagai Remote Control Laptop Ubuntu

Jika teman-teman sering mengikuti presentasi-presentasi, seminar, maupun kajian-kajian, tentu pernah kita lihat para narasumber membawakan presentasi dengan suatu benda di tangannya. Dengan benda ini sang narasumber mengontrol presentasinya dari jauh sehingga dia tidak perlu bolak-balik panggung dan komputernya. Nah Benda ini sering kita sebut remote control. Dengan post ini, penulis akan membagikan cara membuat HP Android jadi sebuah remote control untuk laptop Ubuntu kita dengan Bluetooth Remote PC 😀

Continue reading

Connecting (Linux) Dots

Masa Lalu

Saat itu sudah malam, aku baru saja pulang dari kuliah pada minggu pertama kuliah semester 3 di kampusku. Kontrakan tempatku pulang merumahkan 29 orang lainnya, masing-masing dari mereka berasal dari jurusan-jurusan yang berbeda denganku. Aku lupa apa saja jurusan dari anak-anak tersebut, tetapi aku ingat beberapa dari mereka yang malam itu membawaku ke dunia Linux.
Aku sedang berniat untuk beristirahat di kamarku, dan sekaligus kamar 4 orang lainnya. Di kamar tersebut tergelatak sebuah laptop dengan wallpaper yang belum pernah kulihat. Sabily Manarat terpampang bersama sebuah ayat suci Al Quran, surah Yusuf ayat 108 yang sampai saat ini kuhafal bacaan dan terjemahannya. Aku terpesona dengan wallpaper tersebut. Tetapi setelah kulihat, ternyata apa yang ada di laptop tersebut adalah sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di laptopku. Saat kumainkan menu-menu dan aplikasi, efek aneh terus bermunculan, mulai dari api, pesawat, pecahan, dan lain sebagainya -belakangan aku tahu bahwa itu muncul karena compiz-. Langsung saja kutanyakan temanku, sebut saja inisialnya BN. Jawabannya membuatku terheran. Itulah Sabily, salah satu OS turunan Ubuntu dan sekaligus menjadi OS pertama yang aku gunakan di dunia Linux.
Pada malam itu langsung aku minta install OS tersebut di laptopku. Aku termakan kata-kata BN bahwa laptopku bisa dibuat dua OS, Sabily dan Windows dan iming-iming laptopku bisa melakukan hal yang sama. Tetapi sesuatu yang sebenarnya fatal terjadi. Temanku tersebut salah menginstall sehingga Windows jadi tidak bisa digunakan karena terformat. Jadilah aku hanya menggunakan Sabily.

Terus Berjalan

Pada waktu itu aku adalah orang yang “nrimo”, tidak suka protes dengan kondisi yang kuterima karena aku yakin setiap hal yang terjadi adalah pengalaman bagiku. Akhirnya aku teruskan saja penggunaan Sabily, tanpa sedikitpun usaha untuk install kembali Windows. Bagiku itu berarti setiap tugas kuliah, presentasi, entertainment, dan apapun yang kulakukan dengan komputer ini harus menggunakan Sabily.
Awalnya hal ini sulit dilakukan. Aku harus beradaptasi dengan aplikasi-aplikasi yang berbeda dengan aplikasi yang biasa ada di Windows. Saat itu OpenOffice masih belum berkembang menjadi LibreOffice dan kompatibilitasnya masih kurang dengan Microsoft Office. Aku menjadi tahu bahwa format doc dapat dibuka dengan baik di OpenOffice. Akhirnya solusi terakhir adalah menggunakan Wine dan menginstall Microsoft Office di Sabily untuk melancarkan tugas-tugasku.

Seiring dengan perkembangan software di Linux, berkembang juga pemikiranku. Aku jadi berpikir bahwa aku harus menggunakan sesuatu yang legal dan terjangkau, termasuk harganya. OpenOffice yang berkembang menjadi LibreOffice dengan peningkatan kompatibilitasnya dan kemunculan Kingsoft Office kemudian membuatku lepas dari Microsoft Office. Aku merayakan itu dengan install ulang dan mengubah Sabily menjadi Ubuntu. Aku pun mencoba OS lain, yaitu OpenSUSE. Semua hal baru itu membuatku ingin selalu memakai Linux sebagai alat yang legal.

Saat Ini

Sekarang, aku adalah mahasiswa semester 9 yang masih menggunakan Ubuntu. Aku berhasil melewati 6 semester kuliahku, dengan tugas-tugas yang bervariatif mulai dari makalah, presentasi, hingga desain produk menggunakan aplikasi-aplikasi yang legal dan murah. Di sisi lain, teman-temanku banyak yang mempercayakan flash disk mereka untuk dibersihkan dari virus. Mereka percaya Ubuntu yang kugunakan aman dari virus dan dapat digunakan untuk mengamankan flash disk mereka. Di satu sisi, aku berhasil melewati kewajiban-kewajiban kuliahku dengan sesuatu yang legal dan di sisi lain aku berhasil membuat teman-temanku melirik Linux. Saat ini tersisa satu kewajibanku di kampus, yaitu tugas akhir. Walaupun ada beberapa teman yang mengatakan “Jangan main Linux dulu, kerjain skripsi”, aku bisa membuktikan pada mereka bahwa aku bisa menyelesaikan skripsi dengan aplikasi office yang ada di Linux. Memang tugas itu masih dalam proses pengerjaan, tapi tidak adanya protes atas kesalahanku dari dosen pembimbing sudah membuktikan bahwa aplikasi office tersebut ampuh digunakan untuk mengerjakan tugas akhir.

Steve Jobs pernah mengatakan bahwa jika kita ingin menghubungkan titik-titik, kita tidak bisa melakukannya dengan melihat ke depan, kita harus melihatnya ke belakang. Dengan kata-kata itu, aku ingin mengaitkannya dengan perubahan di hidupku. Andai saat itu aku tidak bertanya ke BN, mungkin aku masih menggunakan metode konvensional dalam mengerjakan skripsi ini. Andai saat itu aku memutuskan install kembali Windows, mungkin teman-temanku tidak akan melirik Linux yang ada di laptopku. Hasil kuliahku memang bisa jadi sama saja, tetapi perasaan berhasil dalam menggunakan cara yang berbeda adalah emas yang paling berharga. Pesanku untuk para pengguna Linux adalah: apapun yang terjadi, ambillah ia sebagai titik yang akan membawamu meraih sebuah garis dan ingat, titik-titik tersebut tidak bisa dihubungkan jika kita tidak melihat ke belakang.

Anak Farmasi Bisa Apa Sih Dengan Ubuntu?

Tulisan ini berawal dari sebuah pertanyaan di #ubuntu-indonesia, kanal IRC yang berisi para pemakai Ubuntu di Indonesia. Seiring munculnya satu pertanyaan “mau sharing tentang ubuntu untuk farmasi?”, muncul pula satu pertanyaan di pikiran saya “apa aja sih yang bisa dilakuin di ubuntu terkait farmasi?”. Akhirnya terpikirlah untuk sharing lewat tulisan ini, selain untuk menambah wawasan saya pribadi, juga untuk menjawab pertanyaan “Jadi farmasi bisa apa aja sih dengan ubuntu?” Continue reading

Lebaran kok beda?

Hanya sebuah pemikiran seorang pelajar. Kalau salah, memang karena saya butuh petunjuk

Masalah -walau saya sendiri tidak menganggapnya masalah- perbedaan 1 Ramadhan dan 1 Syawal saya rasa masih menjadi polemik di negeri ini. Kalau melihat negeri lain, Saudi misalnya, penentuan kedua tanggal tersebut juga sering diikuti oleh perdebatan. Perbedaan dengan negeri kita hanya “nurut“nya mereka kalau pemerintah sudah ketok palu. Kesampingkan dulu negeri itu karena fokus pemikiran ini hanya di negeri kita.

Sebenarnya dalilnya sama:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam. bersabda: Apabila engkau melihat hilal (awal bulan Ramadan), maka hendaklah engkau memulai puasa. Apabila engkau melihat hilal (awal bulan Syawal), maka hendaklah engkau berhenti puasa. Dan apabila tertutup awan, maka hendaklah engkau berpuasa selama 30 hari. (Shahih Muslim No.1808)”

Dalil ini kemudian ditafsirkan berbeda. Ada yang menafsirkan secara zahir, yang penting adalah bulan terlihat oleh mata. Ada pula yang menafsirkan kalau maksudnya adalah bulan sudah di atas garis horizon, berapapun nilai ketinggiannya walau kurang terlihat oleh mata. Secara geografis juga masuk akal -menurut pendapat saya- karena daerah Saudi yang rata-rata datar dan sedikit ada pegunungan sehingga bulan pun lebih mudah terlihat, dibandingkan dengan Indonesia. Secara prinsip, kedua penafsiran ini berasal dari dalil yang sama

Akhirnya saya mengingat kembali kata guru saya dan saya berpikir sama dengan beliau. Penentuan kedua tanggal ini adalah masalah ijtihad. Ada 2 hal yang perlu diingat dalam ijtihad:
1. Dalam ijtihad berlaku “kalau bener 2 pahala, kalau salah 1 pahala”. Selama berada dalam dalil, tidak ada dosa dalam kesalahan ijtihad
2. Mengingat poin 1 tadi, ijtihad membutuhkan toleransi. Ngikut yang besok jangan menyalahkan yang lusa, begitupun sebaliknya. Sama-sama dapet pahala kan?

Kalau kita ga rugi, kenapa harus menyalahkan orang lain? Hanya saja guru saya, akhirnya termasuk saya juga, berharap ada yang rendah hati berkorban dapat 1 pahala ditambah persatuan ummat disamping hanya dapat 2 pahala

Quote

A Quote About An Idea

“Beneath this mask there is more than flesh. Beneath this mask there is an idea, Mr. Creedy, and ideas are bulletproof” (V from “V for Vendetta”)

“Ideas are bulletproof”, sekali lagi saya kutip. Sebuah ide, sebuah gagasan, sebuah opini jika ia telah lahir di dunia maka ia tidak akan terbunuh walaupun inangnya telah mati tertembak peluru.

Image

My Cinnamon Desktop

My Cinnamon Desktop

I’m using ubuntu 12.04 with Cinnamon DE, just like the black-ish theme 🙂

 

Cinnamon atau kayu manis pada konteks sebenarnya adalah suatu jenis rempah-rempahan yang didapat dari kulit kayu bagian dalam tumbuhan yang bergenus cinnamomum. Sesuai nama Indonesianya, kayu manis memiliki rasa manis, tentu saja.

Ini sedikit sejarah dari Cinnamon

Pada mulanya cinnamon lahir karena kekecewaan dan ketidakpastian masa depan dari distro Linux Mint setelah kemunculan  GNOME 3. Tampilan baru yang ada tidak memenuhi goal desain yang tim developer Linux Mint harapkan, tetapi tidak ada alternatif lain. Akhirnya Linux Mint 11 yang terbaru pada saat itu, direlease dengan GNOME 2 yang masih mempertahankan GNOME panel. Perlu Anda ketahui bahwa GNOME 3 tidak lagi mempertahankan panel seperti yang ada di bawah pada gambar, sedangkan GNOME 2 masih memiliki panel tersebut. Bahkan setelah kemunculan GNOME 3, tampilan default Ubuntu adalah Unity, bukan lagi GNOME saking ia tidak disukainya.

Akhirnya, pihak developer Linux Mint mengimprovisasi GNOME Shell sehingga sesuai dengan keinginan mereka. Dengan ini, lahirlah Mint GNOME Shell Extensions (MGSE) dan ditanamlah Mate DE sebagai desktop environment yang diambil dari GNOME 2. Akan tetapi, MGSE ini tidaklah memiliki kemajuan yang sesuai harapan karena masih merupakan cabang dari GNOME yang perkembangannya tidak sesuai yang developer harapkan. Cinnamon lahir setelah GNOME Shell dicabangkan kembali sehingga dapat diatur sendiri oleh para developer Linux Mint

 

Sedikit review tentang Cinnamon DE 🙂

Cinnamon menurut pandangan saya, pantas untuk mendapat nilai 9. Tampilan yang ada cukup simple dan mudah digunakan, terutama bagi orang-orang yang baru bermigrasi dari Wind*ws karena memang panel yang ada di bagian bawah sangat mirip dengan Wind*ws. Pengaturan theme sudah default dari bawaan membuat cinnamon mudah dimodifikasi. Mungkin jika kita browse cinnamon desktop atau cinnamon theme sudah ada banyak yang memodif desktop tersebut dengan berbagai widget atau applet. Namun sayangnya walaupun merupakan percabangan dari GNOME, cinnamon tidak bisa menjalankan Compiz dengan otomatis. Butuh sedikit usaha untuk pengaturan agar Compiz bisa berjalan di cinnamon, mungkin tidak bisa saya share di sini karna memang belum pernah mencoba :p

Subject: Future Life

Guess…this gonna be our 22nd century life.

Our communication – Wireless
Our business – Cashless
Our telephone – Cordless
Our cooking – Fireless
Our youth – Jobless
Our religion – Creedless
Our food – Fatless
Our labour – Effortless
Our conduct – Worthless
Our relation – Loveless
Our attitude – Careless
Our feelings – Heartless
Our politics – Shameless
Our education – Valueless
Our Follies – Countless
Our arguments – Baseless
Our commitment – Aimless
Our poor – Voiceless
Our life – Meaningless

Finally, Our existence – Useless????