Masa Lalu
Saat itu sudah malam, aku baru saja pulang dari kuliah pada minggu pertama kuliah semester 3 di kampusku. Kontrakan tempatku pulang merumahkan 29 orang lainnya, masing-masing dari mereka berasal dari jurusan-jurusan yang berbeda denganku. Aku lupa apa saja jurusan dari anak-anak tersebut, tetapi aku ingat beberapa dari mereka yang malam itu membawaku ke dunia Linux.
Aku sedang berniat untuk beristirahat di kamarku, dan sekaligus kamar 4 orang lainnya. Di kamar tersebut tergelatak sebuah laptop dengan wallpaper yang belum pernah kulihat. Sabily Manarat terpampang bersama sebuah ayat suci Al Quran, surah Yusuf ayat 108 yang sampai saat ini kuhafal bacaan dan terjemahannya. Aku terpesona dengan wallpaper tersebut. Tetapi setelah kulihat, ternyata apa yang ada di laptop tersebut adalah sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di laptopku. Saat kumainkan menu-menu dan aplikasi, efek aneh terus bermunculan, mulai dari api, pesawat, pecahan, dan lain sebagainya -belakangan aku tahu bahwa itu muncul karena compiz-. Langsung saja kutanyakan temanku, sebut saja inisialnya BN. Jawabannya membuatku terheran. Itulah Sabily, salah satu OS turunan Ubuntu dan sekaligus menjadi OS pertama yang aku gunakan di dunia Linux.
Pada malam itu langsung aku minta install OS tersebut di laptopku. Aku termakan kata-kata BN bahwa laptopku bisa dibuat dua OS, Sabily dan Windows dan iming-iming laptopku bisa melakukan hal yang sama. Tetapi sesuatu yang sebenarnya fatal terjadi. Temanku tersebut salah menginstall sehingga Windows jadi tidak bisa digunakan karena terformat. Jadilah aku hanya menggunakan Sabily.
Terus Berjalan
Pada waktu itu aku adalah orang yang “nrimo”, tidak suka protes dengan kondisi yang kuterima karena aku yakin setiap hal yang terjadi adalah pengalaman bagiku. Akhirnya aku teruskan saja penggunaan Sabily, tanpa sedikitpun usaha untuk install kembali Windows. Bagiku itu berarti setiap tugas kuliah, presentasi, entertainment, dan apapun yang kulakukan dengan komputer ini harus menggunakan Sabily.
Awalnya hal ini sulit dilakukan. Aku harus beradaptasi dengan aplikasi-aplikasi yang berbeda dengan aplikasi yang biasa ada di Windows. Saat itu OpenOffice masih belum berkembang menjadi LibreOffice dan kompatibilitasnya masih kurang dengan Microsoft Office. Aku menjadi tahu bahwa format doc dapat dibuka dengan baik di OpenOffice. Akhirnya solusi terakhir adalah menggunakan Wine dan menginstall Microsoft Office di Sabily untuk melancarkan tugas-tugasku.
Seiring dengan perkembangan software di Linux, berkembang juga pemikiranku. Aku jadi berpikir bahwa aku harus menggunakan sesuatu yang legal dan terjangkau, termasuk harganya. OpenOffice yang berkembang menjadi LibreOffice dengan peningkatan kompatibilitasnya dan kemunculan Kingsoft Office kemudian membuatku lepas dari Microsoft Office. Aku merayakan itu dengan install ulang dan mengubah Sabily menjadi Ubuntu. Aku pun mencoba OS lain, yaitu OpenSUSE. Semua hal baru itu membuatku ingin selalu memakai Linux sebagai alat yang legal.
Saat Ini
Sekarang, aku adalah mahasiswa semester 9 yang masih menggunakan Ubuntu. Aku berhasil melewati 6 semester kuliahku, dengan tugas-tugas yang bervariatif mulai dari makalah, presentasi, hingga desain produk menggunakan aplikasi-aplikasi yang legal dan murah. Di sisi lain, teman-temanku banyak yang mempercayakan flash disk mereka untuk dibersihkan dari virus. Mereka percaya Ubuntu yang kugunakan aman dari virus dan dapat digunakan untuk mengamankan flash disk mereka. Di satu sisi, aku berhasil melewati kewajiban-kewajiban kuliahku dengan sesuatu yang legal dan di sisi lain aku berhasil membuat teman-temanku melirik Linux. Saat ini tersisa satu kewajibanku di kampus, yaitu tugas akhir. Walaupun ada beberapa teman yang mengatakan “Jangan main Linux dulu, kerjain skripsi”, aku bisa membuktikan pada mereka bahwa aku bisa menyelesaikan skripsi dengan aplikasi office yang ada di Linux. Memang tugas itu masih dalam proses pengerjaan, tapi tidak adanya protes atas kesalahanku dari dosen pembimbing sudah membuktikan bahwa aplikasi office tersebut ampuh digunakan untuk mengerjakan tugas akhir.
Steve Jobs pernah mengatakan bahwa jika kita ingin menghubungkan titik-titik, kita tidak bisa melakukannya dengan melihat ke depan, kita harus melihatnya ke belakang. Dengan kata-kata itu, aku ingin mengaitkannya dengan perubahan di hidupku. Andai saat itu aku tidak bertanya ke BN, mungkin aku masih menggunakan metode konvensional dalam mengerjakan skripsi ini. Andai saat itu aku memutuskan install kembali Windows, mungkin teman-temanku tidak akan melirik Linux yang ada di laptopku. Hasil kuliahku memang bisa jadi sama saja, tetapi perasaan berhasil dalam menggunakan cara yang berbeda adalah emas yang paling berharga. Pesanku untuk para pengguna Linux adalah: apapun yang terjadi, ambillah ia sebagai titik yang akan membawamu meraih sebuah garis dan ingat, titik-titik tersebut tidak bisa dihubungkan jika kita tidak melihat ke belakang.